Ultimate Antihero Volume 1 Chapter 1 Part 5
Ultimate Antihero Volume 1 Chapter 1 Part 5
{Aku sudah bebas dari peleton ini.}
Diawali dengan kalimat itu, konfrontasi antara Sumika dan
Nakajima dari awal bukanlah sesuatu yang damai. Setelah sejauh ini, pada
akhirnya, atmosfir berbahaya di antara mereka seolah-olah mulai menyebar.
Karena tak tahan, dari seluruh penonton yang ada,
Ichinotani Chikori maju menengahi mereka berdua.
“Ke, Ketua dan juga Nakajima-kun, tolong tenang sedikit,
oke?”
“Bagaimana bisa aku bisa tenang! Kalau tidak karena
diselamatkan oleh orang itu kita, aku dan Chikori-san, pasti akan mati saat
itu!”
Karena itulah bujukan Chikori sia-sia.
Sumika sudah benar-benar marah.
Dengan amarah sampai ujung rambut keemasannya, ia menahan
Chikori dan mendekati Nakajima.
“Nakajima-san! Apakah terlintas di pikiranmu bahaya besar
yang kita hadapi karena kau pergi begitu saja sendirian!? Walaupun berakhir
baik karena bantuan Homura-san, dan entah apa yang akan terjadi pada kita
seandainya saja Homura-san tidak datang! Selain itu setelah semua yang terjadi
bukannya meminta maaf, kau malah keluar dari peleton, bukankah ketidaksopanan
itu juga ada batasnya!?”
“Aku tak peduli! Kalian berdua hampir mati karena kalian
itu tak berpengalaman! Jangan jadikan itu sebagai kesalahanku!”
Nakajima pun juga sama marahnya.
Ia dengan marahnya berteriak keras sampai liurnya menciprati
wajah Sumika.
“Kau malah balik menuduhku!?”
“Dari awal semua akan baik-baik saja walaupun kita
mengabaikan pertarungan itu! Kalau kita melakukannya, pertarungan itu pasti
akan diatasi oleh Pertahanan Penyihir Nasional, tapi kau, Hoshikawa, malah
menerima misi itu sendiri...! Semua ini salahmu!”
“Peleton siswa latihan juga bagian dari anggota
Pertahanan Penyihir Nasional! Kita punya tanggungjawab untuk ikut berperang!”
“Hah-! Kau bertingkah menjadi anak baik seperti biasanya,
ya-! Seperti yang diharapkan dari Penyihir Kelas S-sama. Tapi selain
pertarungan, semua telah diselesaikan oleh para peleton siswa latihan! Semua
orang mengambil jalan pintas dalam hal ini. Setelah mendapat semua penghargaan
dalam mengusir iblis, kau akan disingkirkan saja tanpa sebab dari garis depan
suatu saat nanti, tidak mengikuti perang itu sudah jelas!”
“Ap-! Kau benar-benar mengatakan itu!? Manusia yang bisa
mengendalikan sihir itu masih dalam jumlah yang sangat sedikit. Kalau kita yang
berada dalam jumlah sedikit itu tidak bisa bertindak serius dalam hal ini apa
yang akan terjadi! Apa yang akan terjadi kalau kita tidak melindungi semua
orang!”
“Persetan! Selain itu kenapa aku harus mengorbankan
hidupku demi orang lain, hanya karena aku menguasai ilmu sihir dan ditugaskan!
Kalau kau sebegitu inginnya jadi seorang pahlawan, lakukan saja sendiri! Siapa
yang mau ikut denganmu!”
Dengan ucapan tajamnya yang ia lontarkan, Nakajima tak
bisa kembali lagi.
Ia membuka pintu dengan kuat seolah ingin
menghancurkannya, ia keluar dengan penuh amarah.
Setelah Nakajima pergi, Sumiko menghempaskan pinggangnya
ke kursi di ruang peleton dan menghela napas.
“Dasar, tak tahu diri....!”
Kekecewaan itu bukan hanya untuk Nakajima seorang.
Tak terbatas untuk Nakajima, mayoritas orang di akademi
ini bermotivasi rendah.
Yah, itu bukan sesuatu yang tidak dapat dibenarkan.
Walaupun manusia yang dapat memanipulasi sihir sudah
berjumlah sangat sedikit, meski dalam waktu jangka panjang, jumlah penyihir berkurang
dalam jumlah sangat besar setelah perang dengan <Demon King Typhon>.
Karena itulah orang-orang yang memiliki ketangksan walau
hanya secuil saja dipaksa untuk mengikuti akademi pelatihan sihir.
Dan dari kekurangan personel manusia, terdapat banyak kasus
dimana pemusnahan untuk iblis <Kelas Prajurit> seperti saat ini dialihkan
kepada siswa di peleton pelajar.
Itu tak bisa dicegah, karena faktanya iblis tidak bisa
dibunuh kecuali dengan serangan yang menggunakan kekuatan sihir.
Bagaimanapun juga, rasanya tak layak untuk meminta
anak-anak memaklumi masalah perkumpulan seperti ini.
Hanya saja kenapa mereka harus melakukan tugas berbahaya
seperti ini?
Bukannya Sumika seolah-olah tak mengerti perasaan seperti
itu.
(Bagaimanapun, bahkan kalau yang satu mau mengerti yang
lainnya bisa saja tidak.)
Ia mengerti tugas mengerikan seperti ini. Bahkan ia
sendiri tentu takut akan kehilangan nyawa. Walaupun hari ini ia hampir saja
mati.
Tapi, sekarang yang bisa melawan para iblis itu hanya
mereka.
Dan juga, tidak bisakah semua orang menjadi serius
tentang perkara ini, bagaimanapun juga itu membuatnya kesal.
Di tempat ini... Sumika juga masih belum matang.
Sebagai hasilnya, Sumika yang sangat tahu diri sebagai
seorang penyihir bagaimanapun merasa bimbang.
Terlalu serius. Suram. Kau bertingkah sok jadi anak baik?
Ia disindir seperti itu, dijauhi, sementara ia memiliki kekuatan bertarung terdahsyat
yang bahkan hanya sepuluh orang Penyihir Kelas S yang memilikinya di dunia,
malah dipindahkan ke peleton ke 101 yang terkenal sebagai [peleton
terbelakang]. Ia malah menjadi pengasuh untuk siswa-siswa payah yang tak bisa
diterima di peleton yang lain.
Walaupun begitu Sumika tak merana, demi membuat peletonnya
itu bisa bertarung, bahkan dalam seluruh kesulitan sekalipun, ia terus memeras
otak dan menjelaskan instruksi-instruksi, tapi ia tak pernah dihargai,
sekalipun tidak.
Walaupun ia telah melakukan yang terbaik, keberadaan
manusia di pihaknya membuat upayanya sia-sia.
Bagaimanapun ia melakukan yang terbaik, hasilnya selalu
saja tak seperti yang ia harapkan.
Dan hari ini, hasil akhirnya ia hampir saja terbunuh oleh
makhluk sejenis orc.
Kalau dia, bahkan saat bertugas sendirian, ia bisa
membunuh makhluk sejenis orc hanya dalam sekali serang.
“Haahh.................-”
Ia menghela napas berat dan menutupi kepalanya dengan
kedua tangannya.
Tekad yang tak bisa dimengerti. Anggota timnya yang
payah.
Kegelisahan hati Sumika pun telah mencapai puncak.
Dan kemudian seorang gadis mungil berambut lepas tak
teratur yang baru saja tertahan, Ichinotani Chikori dengan hati-hati berseru
pada Sumika.
“Ketua, jangan murung. Ketua tidak melakukan hal yang
buruk bukan...?”
Perkataan Chikori itu merupakan kepeduliannya yang tulus
dari hatinya terhadap Sumika yang lelah.
Tapi,...Chikori juga salah satu faktor dari kecapekannya.
Dilihat dari sudut pandang Sumika, Chikori juga sama
bersalahnya dengan Nakajima.
Karena itulah, perkataan Chikori yang dimaksud untuk
membesarkan hati Sumika justru malah membuat Sumika meledak.
“Ya iyaaaalaaahhh-!”
“Kyan-!”
“Chikori-san. Walaupun kau tak ada hubungannya dengan
masalah ini. Walaupun aku sudah memerintahkan untuk berhenti, tapi kau malah menyerbu
sendirian! Akhirnya kau malah disandera! Memangnya kau tak bisa memikirkannya
terlebih dahulu, apa kau tahu musibah yang kau berikan padaku karena tindakan
cerobohmu itu!?”
“Ta-tapi, saat itu orc itu akan menyerang daerah kota...”
“Maka apa yang harus kau lakukan adalah mengamankan kota
dan mengevakuasi penduduk! Memangnya buat apa aku menyatukan kau dan
Nakajima-kun dalam satu grup!? Itu karena kau dan dia tak akan bisa menang
melawan seekor orc itu secara sendiri-sendiri! Bukankah aku sudah mengatakan
saat rapat sebelumnya! Sudah kubilang jangan sekali-kali bertarung kalau salah
satu dari kalian saja yang disana! Meskipun begitu kenapa kau memutuskan
sesuatu yang tolol seperti memasuki medan perang sendirian-!”
“U,uuh.”
Wajah Chikori langsung memucat dan ekspresinya seperti
hendak menangis saat ditatap tajam oleh mata Sumika yang penuh amarah.
Namun Sumika tidak juga berhenti. Perkataan Chikori
sebelumnya membuat emosinya lepas kendali, segala macam kekesalan yang ia
hadapi sejak ia ditarik masuk ke Akademi Sihir Tokyo berubah menjadi luapan
uneg-uneg yang berlebihan bahkan Sumika sendiri tak bisa mengendalikannya lagi.
“Aku telah...-! Walaupun aku telah berupaya keras untuk
memikirkan strategi yang bisa dilakukan bahkan dengan sedikit kekuatan sihir
sekalipun, tidak bisakah kalian bergerak persis seperti yang telah aku
katakan!? Chikori-san dan Nakajima-kun juga, dan bahkan Shiori-san yang selalu
hanya melakukan sedikit usaha dari kemampuannya walaupun dia seorang penyihir
yang luar biasa! Semuanya, kalian semua bergerak hanya seenak jidat saja-!
Kalian semua memang tidak bisa menjadi berguna secara memuaskan, jadi
setidaknya tolong dengarkan apa yang aku perintahkaaann-!!”
“.....................-“
“.....ah,”
Serta merta, Sumika berpikir ‘apa yang telah kulakukan’,
terlihat jelas di wajahnya.
Ia sudah mengatakan hal-hal yang tidak perlu.
Sumika pun tersadar setelah melihat ekspresi Chikori yang
sangat tertusuk oleh perkataannya.
(Meskipun hanya aku, yang tahu betul kalau betapa
Chikori-san sudah bekerja keras...)
“E,ehh, Chikori-san. Yang tadi itu...”
Sumika tercekat, ia mencoba untuk meminta maaf karena
keceplosannya tadi. Tapi saat itu,
“Aa – telingaku sakit. Entah kenapa hanya karena bentakan
cewek bisa menggema keras di gendang telingaku.”
Pintu ruangan peleton pun terbuka, sosok pemuda memasuki
ruangan.
Dialah yang telah menyelamatkan nyawa Sumika dan Chikori
sebelumnya, sang <Pengguna Dewa Jahat> Kamishiro Homura.
<== Chap1 Part4
<== Chap1 Part4
Ultimate AntiHero Volume 1 Chapter 1 Part 4
Ultimate AntiHero Volume 1 Chapter 1 Part 4
Setelah Shiori melirik Homura, yang sedang berbicara dengannya seolah tak begitu peduli, ia membalikkan beberapa kata yang memiliki intonasi yang mirip dengan ayahnya.
“Kau merayuku. Kau juga sudah menjadi lelaki yang sangat tampan, ya?”
“Hah-. Hentikan rayuan ini.”
“Bahkan setelah lima tahun kau masih tetap jelek ya?”
“Jadi tadi memang hanya rayuan...”
“Yah, tapi memang sudah lama sekali. Kau terlihat sangat sehat sampai membuatku merasa muak.”
Dengan perkataan pedasnya, Shiori dengan cepat mendekati meja antara Homura dan Onjouji.
Ia hendak duduk di samping Onjouji, kemudian ia seolah berpikir kembali dan menggerakan kakinya menuju arah Homura.
Ia duduk di samping Homura. Dan setelah menghela napas, ia menjatuhkan kepalanya bersandar di bahu Homura.
Sampo beraroma bunga dengan lembut menggelitik hidung Homura.
“Oh? Jadi walaupun kau mengasariku dengan ucapan penuh kebencian, tapi nyatanya kau menyukaiku?”
Sementara berbicara Homura melingkarkan tangannya di bahu Shiori.
Tapi tangan itu *plak!* ditamparnya.
Tamparan itu juga dilakukan dengan tak tanggung-tanggung, ia merasakan mati rasa sampai ke tulangnya.
“...Wah. Shiori, kau tak menyukaiku?”
“Hal seperti itu bahkan lebih mustahil dari matahari terbit di barat.”
(Level perumpamaanmu jauh sekali...!)
“Lalu kenapa kau menempeliku begini?” “Karena aku suka baumu.”
“Walaupun kau memuji bau tubuhku, aku kesulitan untuk membalasnya.”
Homura membalikkan tubuh solah ia tak nyaman, tapi Shiori tidak terganggu dan meletakkan dagunya lebih dekat ke bahu Homura.
Onjouji bertanya pada putrinya itu.
“Shiori. Kenapa kau kemari? Aku sudah bilang padamu untuk menunggu di ruang peleton ke 101.”
“Mau bagaimana lagi kan? Ketua dan Nakajima-kun sedang bertengkar di ruangan peleton, sangat mengesalkan.”
Homura langsung tahu nama Nakajima dari data peleton ke 101 yang telah ia baca sebelumnya.
Itu adalah nama dari satu-satunya laki-laki di peleton itu, laki-laki yang hari ini meninggalkan Chikori sendirian dan melarikan diri.
“Yah, sebagai ketua tentu ia akan berkomplain mengenai hal semacam itu.”
Karena ulah satu orang itu, Sumika hampir mati, jadi wajar untuk berkomplain.
“Itu juga masalahnya, selain itu juga karena Nakajima-kun tiba-tiba bilang kalau ia akan keluar dari peleton...dia juga bilang kalau dia sudah dapat izin dari ayah, aku ingin tahu kalau itu benar?”
“Itu benar. Dia sudah diincar oleh peleton lain dan pindah ke peleton ke 67. Kemudian ada rencana untuk memasukan Homura ke dalam peleton ke 101 sebagai gantinya, but...walaupun mereka masih pelajar, namun bicara tentang sesama penyihir saling bertengkar itu bukan hal yang baik. Homura. Maaf tapi kau melihat situasinya. Bagaimanapun juga kau harus memperlihatkan wajahmu secara resmi ke semuanya. Kau harus mengambil kesempatan ini selagi ada.”
“....Huft, baiklah.”
Homura membalas dan berdiri.
Ia tak begitu berminat untuk ikut campur dalam perkelahian orang lain, tapi sudah diputuskan kalau dia akan mengawasi peleton itu. Ini seperti sedang mencari masalah, tapi, Homura bukan orang bengal yang akan mencampuri hal-hal sepele hanya sebagai alasan untuk tidak melakukan apa yang seharusnya dia lakukan.
“Shiori. Antar aku ke ruang tunggu peleton ke 101. Kau tahu jalannya kan?”
“Baiklah.”
Saat Homura memintanya, Shiori pun berdiri tanpa memperlihatkan sikap malas.
Dan kemudian ia keluar ruangan kepala sekolah bersama dengan Homura.
“Sebelah sini.”
Sambil mengatakannya, Shiori menyambar lengan Homura seolah sedang merangkulnya.
“Kau itu hantu yang bersemayam dalam lenganku atau apa sih?”
“Aku suka tanganmu kau tahu. Lagi pula, ini adalah bau pertama yang kutahu ini membuatku aman.”
“....Oh, ya?”
“Apa? Kau tak menyukainya?”
“Tidak. Ini terlihat kita seolah-olah sepasang kekasih seorang lelaki tampan dan gadis cantik yang sedang kencan, bukankah itu bagus?”
Sementara memulai percakapan yang bodoh Homura menyetarakan langkah kakinya dengan Shiori dan berjalan sebentar.
Homura bertanya padanya tentang sesuatu yang mengganggu pikirannya.
“Omong-omong, sebelum aku datang kemari aku melihat data anggota ke 101, tapi katanya kau Kelas D? Laporanmu penuh dengan nilai jelek, kau betul-betul menganggap sepele semua ini. Apa ada alasan tertentu kau tak ingin serius?”
Kekuatan seorang penyihir dibagi menjadi enam level dari S ke E, tapi di seluruh kelas, kelas D merupakan kelas yang cukup memprihatinkan
Tapi Homura tahu kekuatan Shiori yang sebenarnya.
Gadis itu mempunyai kekuatan yang tak bisa dimasukan ke dalam kelas D. Karena itu ia merasa tak yakin.
Shiori merespon dengan jawaban singkat.
“Aku tak tertarik untuk ikut dalam permainan prajurit anak-anak.”
“Di usia sekarang pun kau masih menganggap bahwa disiapkan dalam sebuah marathon dan berusaha memenangkannya itu tidak keren?”
“Tak masalah kan? Walaupun hasilku jelek, aku tak membuat orang lain dalam masalah. Disamping itu aku melaksanakan tugas minimumku sebagai operator sehingga tak seorang pun yang tidak dipuaskan. Jadi tak ada alasan untuk semua orang mengeluh padaku.”
“Kau gak manis sama sekali.”
“Senang bisa mendengar itu darimu.”
—Seperti itu kau bicara dengan orang yang lengannya kau peluk?
(Dulu dia adalah gadis yang lebih mudah untuk dimengerti.)
‘Dia sangat pemberontak sekarang’, pikir Homura sambil menghela napas.
Melawan ucapan Homura,
“Sekarang kau menyebut itu, aku juga punya satu pertanyaan untukmu.”
Kali ini pertanyaan datang dari Shiori.
“Hei, Homura. Kenapa kau datang ke Jepang setelah selama ini?”
“Entahlah. Tanya ayahmu. Dan setelah itu ajari aku kenapa.”
“...Jadi kau betul-betul kembali kemari tanpa tahu apapun. Bukankah ayah sudah lama sekali menjadi atasanmu? Walaupun <Ordo Ksatria Tanpa Batas> sudah tak ada lagi sudah lama sekali, kenapa kau masih menerima perintahnya? Memangnya kau gay?”
Tentu saja tidak.
“Itu karena dia adalah pria yang bisa dipercaya dalam makna buruk. Bukannya seolah-olah aku bahkan bisa mengabaikannya... Lebih-lebih kenapa kau begitu peduli? Ini tak ada hubungannya dengan Shiori ‘kan?”
“Ya, itu benar. Hanya saja, membuatku peduli.”
Kemudian, *buk*, dengan ringan Shiori mendorong lengan Homura dan memisahkan tubuhnya.
Dan kemudian, dengan matanya yang menyorotkan dengan jelas api kebencian – ia berkata.
“Seorang tak berguna yang telah membuang semua janji-janjinya dan kabur, sejujurnya apa yang ia lakukan kembali kemari setelah selama ini.”
“...Kau sangat melukaiku dari cara kau mengatakannya.”
Homura mengangkat bahu merespon tatapan Shiori.
(Yah, wajar kalau dia marah.)
Lima tahun lalu, ia keluar dari Jepang tanpa mengatakan apapun pada Shiori.
Itu adalah kesimpulan Homura yang ia dapat dari pemikirannya tentang Shiori, tapi kemarahan Shiori seperti ini juga hal yang wajar.
Karena Homura juga berpikir seperti itu, ia bahkan tak bisa mengelak atau lolos dari mata gadis yang mengungkit permasalahan ini.
Setelahnya, seolah Shiori tak lagi tertarik dengan respon Homura, ia menatap kembali ke depan dan lanjut menunjukan jalan.
Lengan mereka sudah berpisah, dan sekarang Shiori berjalan dengan langkah cepat.
Setelah beberapa saat,
{Rengekanmu itu menyebalkan! Tak peduli aku mau pindah ke peleton manapun itu urusanku!}
{Apa-apaan sikapmu itu!}
Dari lorong, suara marah laki-laki dan perempuan terdengar.
Tak salah lagi.
Itu adalah ruang peleton ke 101 itu.
“Hei. Itu menyebalkan bukan?”
“Yah, tentu saja, ini membuatku juga ingin pergi...”
“Aku tak mau masuk kesana lagi, jadi aku akan pergi duluan ke asrama.”
“Baiklah. Terimakasih sudah mengantar.”
Shiori melambaikan tangannya ringan setelah pergi, dan Homura melangkah menuju pintu ruangan sendirian.
Setelah sampai di depan pintu ruangan yang tertempel pelat dengan angka 101.
Ultimate AntiHero Volume 1 Chapter 1 Part 3
Maaf telat banget minna...
kami pada sibuk sama urusan di dunia nyata, jadi harus ngambil break beberapa waktu.. Mudah-mudahan kedepannya ga gini lagi amin...
BTW Update sekarang ada 3 part, dan update minggu depan kemungkinan 2 part.. jadi tanoshimi ne~
Please comment ya tentang hasil kami!!
Please comment ya tentang hasil kami!!
Ultimate AntiHero Volume 1 Chapter 1 Part 3
Mari kita flashback untuk sementara ini.
<Pengguna Dewa Jahat>, Kamishiro Homura, tinggal di pemukiman kumuh area reservasi
London sampai kemarin.
Ia tinggal di apartemen bobrok,
yang terdapat celah di dindingnya
sehingga angina dapat bertiup masuk ke
dalam.
Tempat ini benar-benar tempat
tinggal yang buruk bagi sang penyelamat bumi.
Tetapi, ada alasan untuk itu.
Dia, orang yang membunuh <Demon
King Typhon>, makhluk yang bahkan
satu pasukan perang dari seantero bumipun tak dapat menggoresnya, telah
diasingkan dari masyarakat karena kekuatan ekstrim nya itu.
Ya, mungkin ini hal yang wajar.
Mencari keuntungan pribadi dengan berbagai cara.
Struktur kekuasaan demi mengeksploitasi rakyat.
Jika ada manusia yang memiliki
kemampuan untuk memusnahkan sistem itu hingga ke akarnya, tentu saja pihak yang
berkuasa tidak akan senang.
Itu seperti bisul yang ada di dekat
matanya.
Karena itulah <Administrasi
Perdamaian Dunia> menggunakan berbagai cara untuk membuat sang pahlawan
menjadi sang pengkhianat.
“Homura bisa menjadi sangat kuat
karena ia menjual rohnya ke iblis.”
“Cepat atau lambat Homura akan
menjadi anak buah iblis untuk menyerang bumi.”
Hal-hal seperti itu diberitakan
pada masyarakat seolah itu
semua benar.
Lalu ada bantuan dari <Gereja
Jalan Kesucian>, yang yang
memerintah sebagian besar populasi di bumi sekarang, membuat propaganda itu sukses. Manusia yang selamat
dari <Malam Walpurgis> takut akan pahlawan yang menyelamatkan mereka dan
melabelinya sang pengkhianat,
pengantar pesan para iblis, mereka menolak keberadaannya dari masyarakat.
Nasionalitasnya diambil, kekuatannya diambil dan disegel oleh <Aureole>
yang dipasang pada dirinya, semua hak asasi manusianya dicabut.
Tidak ada tempat bagi Homura untuk
hidup nyaman.
Tapi, Homura tidak membenci kehidupan
itu seperti yang orang bayangkan.
Pertama-tama, ia tidak memiliki
keinginan untuk menaikan status sosialnya, karena gaya hidupnya adalah membunuh
sebanyak mungkin iblis. Posisi yang tidak terikat oleh peraturan bodoh dari
masyarakat atau batas-batas negara sangat menguntungkan baginya.
Setiap hari ia melewati
hari-harinya melakukan apa saja yang ia inginkan tanpa perlu memikirkan tentang
pikiran orang tentangnya. Sesekali, ia memburu iblis yang mengancam area
reservasi dan mendapatkan hadiah dari asosiasi perdamaian dunia sebagai
pemasukan hariannya.
Organisasi yang sudah bubar, <Perintah Prajurit Tanpa Batas>, adalah organisasi di mana Homura adalah salah satu bekas
anggotanya. Itu adalah grup yang tidak mempertanyakan asal negara seseorang,
batas negara, ataupun agama. Organisasi bebas dengan misi mempertahankan
orang-orang di seluruh negara dari ancaman iblis dari dunia lain, bekas
pemimpin dari organisasi ini mengontak Homura.
Isi dari pesan itu pun sangatlah
aneh.
‘Aku sudah meregristasi namamu ke dalam peleton 101 Akademi Sihir Tokyo.
Datang ke area reservasi Tokyo sekarang.’
Itu yang ia katakan.
Homura berpikir haruskah ia
membanting handphonenya. Homura akan merasa terganggu jika ia jauh-jauh datang
ke sisi bumi yang lain hanya untuk minum.
Tapi yang benar-benar menyebalkan,
bekas atasannya yang sekarang menjabat sebagai kepala sekolah Akademi Sihir
Tokyo, Onjouji Kai bukanlah seseorang yang akan mengkontak Homura tanpa alasan.
Wajarnya, ada
dua situasi jika orang ini menelepon Homura.
Prediksi mengerikan
itu seperti menyerupai terompet yang menandai hari akhir seluruh alam semesta.
Ia tidak ragu
lagi akan menghadapi iblis yang sangat kuat saat itu terjadi.
Iblis, musuh
yang harus ia bunuh.
Karena alasan
itulah Homura memutuskan untuk datang ke Jepang.
Dalam artian
lain, Homura ini sangat mempercayai Onjouji, mungkin.
Lalu, mari kita
kembali ke masa sekarang.
Homura yang
datang ke area reservasi Tokyo secara illegal, dengan terjun bebas dari
ketinggian sepuluh ribu meter, sekarang sedang duduk di sofa di ruang kepala
sekolah Akademi Sihir kota Tokyo dengan melemaskan kakinya sambil menunggu
kedatangan bekas pemimpinnya yang memanggilnya kemari.
Beberapa saat
kemudian, pintu dari ruangan ini terbuka dan muncul sosok lelaki tinggi dan
tegap.
“Sudah lima
tahun berlalu, temanku.”
Suara berat dan
muram yang sangat cocok
dengan penampilan luarnya, lelaki ini adalah Onjouji Kai.
Tetapi ada kehangatan dalam suara itu.
“Bagaimana
dengan perjalanan udaranya? Apakan menyenangkan?”
“Siapa lagi yang
ngomong kayak gitu.”
“Kamu tidak
menyukainya? Walaupun aku udah menyiapkan kelas eksekutif khusus”
“Makanannya
mungkin enak. Bangkunya juga sangat nyaman tidak bisa dibandingkan dengan kasur
di apartemen bobrokku. Tapi apa kamu pikir saat aku menikmatinya tiba-tiba aku
mendapatkan telepon [siswaku sedang dalam bahaya, jadi bantu mereka] dan
membuatku loncat dari ketinggian sepuluh ribu meter adalah sesuatu yang
menyenangkan?”
Homura
menatapnya sambil protes. Tetapi Onjouji tidak memiliki tanda-tanda akan
meminta maaf.
“Fufu, mengenai
kamu yang sudah membantu aku. Ichinotani juga sudah sembuh karena sihir
penyembuhan milikmu. Biarkan aku mengatakan terima kasih sekali lagi.”
“Baiklah, itu
tidak apa-apa sih. Lagian gara-gara itu, aku berhasil kabur dari pandangan para
gay dari London. Mereka itu waktu semangat, bakalan ngejar-ngejar aku sampai di
dalam pesawat. Negara yang mengerikan.”
“Sayangnya
mereka masih belum kehilangan kamu. MI6 juga ada di jepang kok.”
“Serius?”
“Kebetulan CIA
dan KGB, agen eksekutor dari Gereja Jalan Kebenaran. Dan jangan lupakan satelit
militer yang terbang di langit juga sedang mengintaimu. Tentu saja Jepang
termasuk.”
“Bener-bener ya, seberapa besar kalian
terpaku denganku.”
“Itu udah gak bisa diapa-apain lagi. Lagian
kamu itu manusia yang pantas untuk mendapatkan itu semua.”
Homura hanya
bisa mengeluh dalam kepasrahan.
Manusia yang
pantas mendapatkan itu semua.
Itu adalah fakta
yang Homura sendiri sadar.
“Tetapi, lima
tahun sudah lewat. Kalau dipikirkan lagi, semenjak kamu menghilang waktu yang
berlalu sudah lima tahun ya. Bocah itu sudah besar sekarang.
“Tidak sadar
dengan berjalannya waktu adalah bukti orang tua ya..”
“Kamu itu kurang
cinta seperti biasanya.”
“Aku kebetulan
ga punya tempat untuk mencintai orang tua.”
Setelah
mengatakan itu, Homura membenarkan postur duduknya sedikit.
Dan lalu ia
bertanya pada Onjouji dengan muka serius.
Pertanyaan itu
jelas, alasan mengapa ia dipanggil kesini.
“Mari kita
kesampingkan pembicaraan sebelumnya, dan berpindah ke topik utama. Apa alasan
kamu manggil aku kesini?”
“Maksud aku
manggil kamu kesini sama seperti yang sudah aku katakan sebelumnya. Aku mau
kamu masuk akademi dan menjadi anggota di peleton 101. Dokumen dari anggota
peleton itu seharusnya sudah kamu dapatkan_”
“Berhenti dengan
humornya Onjouji.”
Homura tertawa
sinis dengan jawaban Onjouji.
“Aku tahu betapa
bahayanya untuk mengontakku dari segi politik. Kamu juga bukan tipe seseorang
yang punya keberanian untuk mengambil
risiko itu hanya untukku
menjaga beberapa murid. Masuk peleton 101 hanyalah kedok. Alasan sebenarnya itu
hal lain kan?”
“Benar Sekali.”
“Katakan yang
sebenarnya. Apa yang terjadi? Ada masalah apa yang membuatmu memanggilku
kemari?”
Onjouji
menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan yang bermaksud menolak maksud
Homura untuk buru-buru.
“Aku tidak bisa
mengatakan itu sekarang.”
“Kenapa?”
“itu bukan
bagianku untuk mengatakan tentang ini. Di waktu yang dekat kamu juga bakal tahu
ceritanya dari orang yang tepat.”
“Jadi kamu itu hanya penengah saja, dan orang
yang memanggilku adalah orang lain?”
“Bisa dibilang
seperti itu.”
“Siapa orang
itu?”
“Aku tidak bisa
mengatakannya saat ini.”
Onjouji tetap
mengatakan kata-kata yang sama sekali lagi dan menurunkan matanya.
Homura yang tahu
dia dari dulu sekali,
mengerti.
Hal yang tidak
mungkin untuk mengetahui lebih lanjut keadaan dengan sikap Onjouji yang seperti
ini.
“Cih… aku
mengerti. Aku ga bakalan bertanya. Tapi pembicaraan ini masih akan dilanjutkan
di lain waktu kan?”
“Aku bisa
berjanji tetang itu.”
“..Lalu, mungkin
aku bakalan menghabiskan waktuku untuk jalan-jalan di kampung halamanku untuk
beberapa saat.”
“Tunggu sebetar,
kalau itu bakalan jadi masalah.
“Masalah?”
“Aku udah
mempersiapkan diriku saat kamu ketawa di awal, tapi aku benar-benar ingin kamu
mengajar peleton 101. Aku mau kamu membantu aku mengajari gadis-gadis itu
selama satu tahun sampai mereka lulus.”
Tapi Homura
menggelengkan kepalanya mendengar kata-kata dari Onjouji.
“Itu candaan
kan. Kenapa aku harus ngejaga murid di waktu kaya gini..”
Ini adalah
reaksi yang natural dalam makna tertentu.
Homura adalah
penyihir yang memiliki kekuatan yang besar hingga ia pernah menyelamatkan bumi
sekali.
Manusia yang
membunuh Raja Iblis dan menguasai semua sihir dimuka bumi, <Master
Therion>.
Untuk orang yang
memiliki kemampuan seperti itu bergaul dengan murid sihir dan berlatih dan
membangun kepercayaan. Itu betul-betul sesuatu yang menggelikan.
Tapi Onjouji
hanya memberi satu kalimat untuk Homura.
“Ini adalah
sesuatu yang kamu katakan. Mengambil tanggung jawab.”
Mendengar
kata-kata itu, alis Homura bergerak sedikit.
“Kamu punya
tugas untuk mengambil tanggung jawab dan mengawasi masa depan gadis-gadis. Apa
aku salah?”
“… Kamu masih
ingat cerita lama seperti itu huh..”
“Walaupun
ingatanku sudah melemah, tapi tidak untuk janji. Kamu juga seharusnya sama.
Walaupun <Perintah Prajurit Tanpa
Batas> sudah tidak ada, kamu masih tetap bertempur sendirian.”
“………”
Homura
menyandarkan tubuhnya ke sofa lebih dalam dan hanya bisa menghela nafasnya.
Benar-benar cerita
lama.
Itu terjadi jauh
sebelum Homura mendapatkan perhatian sebagai <Pengguna Dewa Jahat>.
Itu benar-benar
janji lama, yang bahkan orang yang ia buat janji sudah tidak ada, hanya sebuah
janji.
Tapi seperti
yang Onjouji katakan, tidak peduli seberapa tua itu dan bahkan orang yang dijanjikan padanya sudah tidak ada di dunia ini lagi, janji masihlah
berlaku didalam diri Homura.
Itulah kenapa…
“… Aku tidak
pernah masuk sekolah sebelumnya jadi aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan
kau tahu kan?”
“Aku tidak
pernah menyarankan kamu untuk menjadi seorang guru. Kamu hanya perlu menjadi
pendukung di peleton 101, hanya itu saja. Peleton itu memiliki kesulitan untuk
berkomunikasi dengan seklilingnya dan itu tidak enghasilkan hasil yang baik.
Bahkan hingga memiliki julukan [peleton sampah], tapi gadis-gadis itu memiliki
masa depan yang cerah. Suatu hari mereka akan menjadi salah satu penyokong
dunia ini, aku yakin itu.”
Homura tidak
memberi respon sedikitpun mengenai kata-kata yang Onjouji katakan barusan.
Tapi untuk
menghormati tanggung jawab
yang ia pikul, Homura memberi jawabannya dengan benar.
“Oke aku
mengerti. Lagian ini tidak lah buruk bagiku untuk sesekali bermalas-malasan di
tempat yang dipenuhi cahaya yang bersinar setelah sekian lama.”
“Aku berhutang kepadamu.”
Saat itu, pintu
dari ruang kepala sekolah terbuka dengan pelan.
Mencium aroma
familiar dari hembusan angin yang masuk kedalam ruangan, Homura mengarahkan
pandangannya ke pintu masuk.
Di sana berdiri gadis tinggi dengan posisi
sangat cantik yang membuat orang berfikir kalau ada kawat yang menyokong
tubuhnya.
Rambut hitam
menawan yang panjangnya hingga ke pinggul gadis itu.
Mukanya yang
tidak menyembunyikan kepintaran yang cocok dengan penampilan dewasanya.
Dan Homura
mengenal gadis itu.
Terakhir kali ia
melihat muka itu adalah lima tahun yang lalu, tapi ia tidak dapat menemukan
sisa-sisa masa lalu di mukanya sekarang.
“..Yo. Kamu
sekarang udah dewasa ya, Shiori.”
Nama gadis itu
adalah Onjouji Shiori.
Operator di
peleton 101.
Dia adalah anak
perempuan dari Onjouji Kai, dan dia juga kenal Homura, teman lama ayahnya.
<== Chap1 Part2
<== Chap1 Part2
Ultimate Antihero Volume 1 Chapter 1 Part 2
Konnichiwa Minna-san!!
Update baru nih hari ini.. maaf telat post nya, akunya sibuk, banyak essai yang harus dikerjakan minggu kemarin..
Ya udah deh Langsung aja baca updatenya..
Update baru nih hari ini.. maaf telat post nya, akunya sibuk, banyak essai yang harus dikerjakan minggu kemarin..
Ya udah deh Langsung aja baca updatenya..
Ultimate AntiHero Volume 1 Chapter 1 Part 2
“Berhenti membuat pertahanan tak berguna, kalau kau melakukannya, aku akan
membunuhmu tanpa rasa sakit.”
Suatu gudang kosong di wilayah
sekitar pantai, Area Reservasi Tokyo.
Di dermaga yang sangat sunyi hingga
suara yang terdengar hanyalah suara ombak saat malam hari, terdengar suara perintah
dari seorang gadis.
Pemilik suara itu adalah murid penyihir. Ia mengenakan jaket
Magi dengan gaya koboi.
Rambut pirangnya memancarkan cahaya bagai debu emas yang
terbang karena angin laut. Gadis itu memasang kuda-kuda dengan <Arms>
miliknya, revolver berwarna
perak.
Ia adalah komandan dari peleton 101
akademi sihir kota Tokyo, Sumika Hoshikawa.
Ia sekarang sedang berhadapan
dengan sebuah makhluk aneh.
Makhluk aneh itu merupakan sesuatu yang memiliki ukuran tiga
kali lebih besar dari badan Sumika, raksasa bertubuh manusia dengan kepala
babi.
<Soldier Class> Iblis, Orc.
Orc ini merupakan salah satu barisan depan pasukan
yang datang menginvasi bumi dari dimensi lain. Pasukan ini lah yang umat manusia terus menerus
lawan dari seratus tahun yang lalu.
Orc ini, sebagai iblis bisa
dikatakan tidaklah terlalu kuat.
Orc tidak bisa menggunakan sihir
sama sekali, yang orc bisa lakukan hanyalah mengayunkan stik besar pada tangan
kanannya.
Paling bagus bila orc ini dibandingkan dengan gajah
afrika yang sedang marah dan menyerang manusia.
Bahkan untuk seorang murid sihir
pun, orc ini bisa dikalahkan dengan mudah. Karena itulah, Sumika sekali tidak
takut dengan monster ini.
“Akan kukatakan sekali lagi,
berhenti melawan.”
Ia mengatakan peringatan terakhir.
Sumika menyiapkan jarinya yang
sedang memegang pelatuk dari revolver-style <Arms> nya yang mengarah pada dahi orc.
Jika gadis itu memberi sedikit saja
tenaga pada jarinya, peluru yang terbuat dari mythril itu akan terselimuti oleh
tenaga sihir akan menembus kepala iblis itu.
Jika hanyalah sekedar <Soldier
class>, maka hanya dibutuhkan satu serangan saja untuk membunuhnya.
Apalagi dengan menggunakan sihir
necromancy, penyihir dapat membuat kontrak dengan roh pahlawan dan meminjam
kekuatannya.
Pahlawan yang melakukan kontrak
dengan Sumika adalah <Gun Saint> Billy the Kid.
Peluru milik Sumika tidak akan
meleset. Pasti akan mengenai targetnya. Orc itu akan terbunuh jika ia menekan
pelatuk pada jarinya. Namun…
{HAHAHAHA!! Itu percuma, kau tidak
akan menembak.}
Orc itu tertawa dengan suara yang
tidak enak terdengar di telinga.
“…!!”
Ekspresi Sumika berubah ketika
mendengar kata-kata itu. Karena apa yang dikatakan orc itu benar.
Sumika tidak dapat menembak.
Alasannya terletak pada tangan kiri orc itu.
Disana terdapat gadis dengan gaya
rambut kuncir kuda yang
digenggam erat oleh tangan kiri orc hingga wajahnya memucat.
Gadis itu sama dengan Sumika,
<Striker> dari peleton 101, Chikori Ichinotani.
Dengan kata lain, ini adalah
situasi penyanderaan.
Sebagai iblis, orc adalah ras yang
lemah, tapi untuk menutupi itu mereka menggunakan kecerdasan mereka.
Kenyataanya, yang berada dalam
kondisi terdesak adalah Sumika.
{Senjata, Buang itu. Jika tidak,
gadis ini, akan mati}
Mendengar kata-kata itu, Sumika
menggertakan giginya.
(Untuk diperlakukan seperti ini
oleh orc..!)
Untuk Sumika, situasi ini adalah
penghinaan.
Jika ditanya mengapa, itu karena
Sumika walaupun masihlah murid penyihir,
ia adalah penyihir genius yang memiliki ranking S. Hanya ada sepuluh orang di
bumi ini yang memiliki ranking yang sama. Seharusnya, jika hanya satu orc, atau
bahkan sepuluh orc, dia adalah eksistensi yang dapat dengan mudah
mengalahkannya. Faktanya adalah,
beberapa menit sebelumnya, Sumika membunuh instan dua orc yang menyerang area
reservasi di tempat yang berbeda.
Tetapi masalah muncul saat orc
ketiga datang menyerang.
Tempat yang diprediksikan untuk orc
ini datang menyerang adalah di sebelah area perumahan. Karena itu Sumika
menyuruh dua anak buahnya dari peleton 101 untuk mengawasi daerah itu. Tetapi saat orc itu muncul,
salah satu anak buahnya ketakutan dan meninggalkan tempat pertarungan sebelum
musuh datang. Jika hanya itu
mungkin tidak apa-apa, tetapi..
{Jika ini hanyalah tiga menit
sebelum komandan datang, mungkin aku bisa menahan musuh ini!}
Berpikir seperti itu, Chikori yang
bukan kekuatan tempur dari tim ini, tidak mendengar perintah untuk berhenti dan
malah ia menyerang musuh dengan pertimbangannya sendiri.
Dan hasilnya.
{Komandan, Chikori tertangkap oleh
orc.}
Setelah tiga detik, datang
komunikasi dari <operator> pertarungan yang bertanggung jawab atas
memberi kabar situasi pertarungan dan menggunakan <Idea Link>, sihir
komunikasi dari tempat yang lumayan jauh dari tempat pertarungan.
(Dia benar-benar tidak berguna!)
Pikir Sumika serasa ingin menangis.
Dan sekarang, ia dalam situasi terdesak, dan itulah
kenapa hal itu serasa tidak
tertahankan.
{Cepat! Senjata! Buang itu!!}
“Komandan! Jangan pedulikan aku! Aku yang salah karena tidak
mendengarkan komandan!”
Ia ingin berteriak kalau itu semua
adalah salahnya, tetapi sekarang
itu tidak berguna walaupun ia menyalahkan gadis itu.
Sebagai komandan, sebagai penyihir,
untuk mengabaikan manusia yang akan dibunuh oleh iblis seperti sekarang adalah
sesuatu yang Sumika tidak dapat lakukan.
Sekarang ia perlu bertahan seperti ini untuk beberapa saat,
mengulur sedikit waktu, dan
menunggu bala bantuan datang.
Tapi pilihan itu sudah terbaca oleh
orc.
{Cepat lakukan!}
Untk membuat Sumika yang sedang
mengulur waktu melakukan perintahnya, urat nadi pada tangan kiri orc muncul dan
mulai menggenggam tubuh kecil Chikori dengan kekuatan besarnya.
“UAAAAA…!”
“Be-Berhenti!”
Sumika secara reflek menaikkan nada
suaranya saat mendengan suara bagaikan suara ranting pohon yang potong.
Chikori yang berada di tangan kiri
orc ini melemas dan berhenti bergerak.
Itu akan sangat buruk jika itu
terjadi. Ia tidak dapat mengulur waktu lebih banyak. Ia tidak dapat melakukan
hal lain selain menyerah.
“Aku menyerah..”
Sumika melempar revolver pada
tangannya dan satu revolver lain yang tergantung di pinggangnya.
“!!!”
Dalam sekejap, ia merasakan kejutan
dari otaknya yang memberitahunya bahaya yang akan muncul pada dirinya.
Itu adalah intuisi yang berasal
dari roh pahlawan yang berkontrak dengan Sumika, kemampuan dari pahlawan Billy
the Kid.
Penyihir dapat memiliki kekuatan
yang sebanding dengan pahlawan pada kehidupan sebelumnya.
Dan saat peringatan bahaya muncul
di otak Sumika saat ini adalah kemampuan pahlawan <Gun Saint> yaitu
<Back Sniper> atau bisa disebut insting menghindar.
Dengan kemampuan pahlawan ini,
legenda Billy The Kid dapat
menembak mati musuh yang berada di belakangnya
tanpa perlu membalikkan badannya, efek yang dimilikinya adalah menghilangkan titik buta yang
dimilikinya. Kontraktor Billy the Kid dapat mendeteksi segala macam serangan
yang datang dari titik buta dengan 100% insting. Dan insting ini tidak akan
salah.
“Perisai Sihir!”
Sumika kemudian melebarkan perisai nonelemen level satu
menggunakan sihir.
Kemudian dalam sekejap mata perisai itu terkena serangan dari stik
milik orc.
Pukulan itu memiliki kekuatan murni
kira-kira beberapa ton, tapi perisai sihir ini pun tidak rusak sedikitpun.
Ini persis seperti apa yang
dikatakan insting miliknya.
Sumika menghindari serangan itu
dengan selamat.
Untuknya itu sangatlah mudah,
tetapi
{Jangan Bertahan! Selanjutnya,
gadis ini akan mati!}
“KUH!”
Ada sandra yang membuatnya tidak
bisa berbuat apa-apa.
{Kamu membunuh temanku! Tidak akan
kumaafkan. Hancur leburkan. Akan kuhancur leburkan kamu sampai menjadi daging
cincang!!}
Orc itu sekali lagi mengayunkan
stik miliknya.
Jika ia menghindari serangan ini,
orc itu pasti akan membunuh Chikori.
Ia tidak dapat menghindar.
Jika seperti ini, ia hanya dapat
menjadi samsak dengan mengurangi kerusakan yang diterimanya menggunakan sihir.
Untuk Sumika ini adalah pilihan
yang sulit.
(Seharusnya aku tidak boleh mati di
tempat seperti ini…!)
Sumika memiliki mimpi. Sesuatu yang
penting, harapan yang kuat yang ia idam-idamkan.
Lima tahun yang lalu, naga raksasa
dengan tujuh kepala yang membakar semua di bumi menjadi abu, <Demon King
Typhon>.
Hari itu, dimana setiap orang tidak
dapat melakukan sesuatu selain melihat ke langit, tenggelam dalam keputus-asaan
didepan kekuatan yang tidak tertandingi.
Di sana ada seseorang, yang membunuh naga itu.
Typhon, yang tidak dapat luka
sedikitpun dari semua senjata modern di muka bumi ini. Di sana, ada seorang penyihir yang mmbunuh monster itu sendirian.
Hari itu, Sumika, di tanah yang terbakar, melihat
keseluruhan cerita tentang apa saja yang terjadi saat itu.
Dan kemudian ia berpikir. Ia ingin
menjadi seperti itu.
Seperti itu, ia ingin menjadi
eksistensi yang dapat menyelamatkan orang dari segala macam keputus-asaan.
Impian itu, sampai sekarang masih
belum tercapai.
Ia masih dalam setengah perjalanan.
(karena itu, walaupun aku tidak
boleh mati di tempat seperti ini, kenapa hal seperti ini terjadi!)
Sambil menggertakan giginya karena
frustasi, Sumika menyelimuti tubuhnya dengan sihir.
Demi mengurangi kekuatan pukulan
walaupun sedikit.
Ia menunggu bala bantuan sambil
menerima serangan orc.
Tanpa pilihan yang tersisa, ia
hanya dapat menyiapkan dirinya untuk segala macam hal yang akan terjadi.
Stik itu terayun dengan kekuatan yang
dapat membelah angin.
Sumika hanya bisa meneguhkan
dirinya akan serangan itu sambil menutup kedua matanya.
“Haaah… tidak bisakah murid penyihir zaman sekarang mengalahkan
satu orc.”
Ia mendengar suara.
“EH…”
Dalam waktu beberapa milidetik,
terdengar suara ledakan di dermaga.
Itu adalah suara dari hasil bentrok
antara gelombang kejut yang sangat besar hingga membuat retak permukaan beton di dermaga.
Tetapi itu bukanlah suara yang
berasal dari stik milik orc.
Yang merusak beton itu adalah
seorang pemuda.
Melompat dari pesawat penumpang
yang sedang terbang pada ketinggian sepuluh ribu meter dari permukaan laut,
pemuda itu membelah dua tubuh orc
dari kepala hingga ke kemaluannya menggunakan pedang obsidian, adalah orang
yang merusak permukaan beton karena pendaratannya.
Orc itu mati dengan tubuhnya
terbelah dua secara simetris.
Sandra yang jatuh dari tangan orc
yang kemudian keseluruhan tubuh orc itu berubah menjadi abu mengkilap yang
kemudian tersebar di udara oleh angin laut yang bertiup.
Dalam kondisi tersebut, pemuda itu
mengatakan.
“Tapi aku akan meluluskanmu karena
kamu tidak mengabaikan Sandra.”
Rambut hitam yang kusut dan
berantakan.
Ujung dari selendang yang
menggantung di lehernya mengepakkan dirinya bagaikan sayap, pemuda itu melihat
Sumika dengan mata lesu. Tampilan yang dapat dikatakan tidak berbeda jauh
dengan usia milik Sumika.
Melihat muka itu, Sumika menahan
nafasnya.
“Ka-Kamu itu..!”
Itu adalah reaksi yang wajar.
Karena untuk penyihir pada zaman ini, tidak ada manusia yang tidak mengetahui
wajah pemuda itu.
Penyihir agung yang menguasai semua
jenis sihir di bumi ini. Manusia yang mempekerjakan eksistensi yang jauh lebih
kuat dan mengerikan dari <Demon King>, <Dewa Jahat> yang digunakan
sebagai familiar, sang <Pengguna Dewa Jahat>.
Dan saat <Malam Walpurgis>
lima tahun lalu, pemilik kekuatan yang mengerikan hingga ia membuat dewa
menyerah, pahlawan penyelamat yang membunuh <Demon King Typhon> yang membakar 90% permukaan bumi.
“Homura, Kamishiro…!”
“Ya, Homura-san yang itu. Mulai
hari ini aku ditempatkan di peleton 101. Jadi tolong jaga aku baik-baik oke.”
Kenapa pahlawan yang menyelamatkan
dunia ditugaskan di peleton untuk murid penyihir--
Bahkan pertanyaan simple seperti
itu tidak muncul pada pikiran Sumika.
Homura yang masih berdiri di tengah-tengah angin yang mengkilap, dengan
selendangnya yang mengepak bagaikan sayap.
Sosok itu sangatlah kuat, indah, dan
disaat itu pula Sumika melupakan semua kata-kata dan hanya diam terpesona.
Bagaikan waktu telah berhenti.
Dan kemudian, dalam waktu singkat
sebuah keyakinan timbul di suatu
tempat pada hatinya.
Saat ini, momen ini, sebuah kisah
bermulai. Itu adalah apa yang ia yakini.