Posted by : Unknown
16 April 2017
Ultimate AntiHero Volume 1 Chapter 1 Part 4
Setelah Shiori melirik Homura, yang sedang berbicara dengannya seolah tak begitu peduli, ia membalikkan beberapa kata yang memiliki intonasi yang mirip dengan ayahnya.
“Kau merayuku. Kau juga sudah menjadi lelaki yang sangat tampan, ya?”
“Hah-. Hentikan rayuan ini.”
“Bahkan setelah lima tahun kau masih tetap jelek ya?”
“Jadi tadi memang hanya rayuan...”
“Yah, tapi memang sudah lama sekali. Kau terlihat sangat sehat sampai membuatku merasa muak.”
Dengan perkataan pedasnya, Shiori dengan cepat mendekati meja antara Homura dan Onjouji.
Ia hendak duduk di samping Onjouji, kemudian ia seolah berpikir kembali dan menggerakan kakinya menuju arah Homura.
Ia duduk di samping Homura. Dan setelah menghela napas, ia menjatuhkan kepalanya bersandar di bahu Homura.
Sampo beraroma bunga dengan lembut menggelitik hidung Homura.
“Oh? Jadi walaupun kau mengasariku dengan ucapan penuh kebencian, tapi nyatanya kau menyukaiku?”
Sementara berbicara Homura melingkarkan tangannya di bahu Shiori.
Tapi tangan itu *plak!* ditamparnya.
Tamparan itu juga dilakukan dengan tak tanggung-tanggung, ia merasakan mati rasa sampai ke tulangnya.
“...Wah. Shiori, kau tak menyukaiku?”
“Hal seperti itu bahkan lebih mustahil dari matahari terbit di barat.”
(Level perumpamaanmu jauh sekali...!)
“Lalu kenapa kau menempeliku begini?” “Karena aku suka baumu.”
“Walaupun kau memuji bau tubuhku, aku kesulitan untuk membalasnya.”
Homura membalikkan tubuh solah ia tak nyaman, tapi Shiori tidak terganggu dan meletakkan dagunya lebih dekat ke bahu Homura.
Onjouji bertanya pada putrinya itu.
“Shiori. Kenapa kau kemari? Aku sudah bilang padamu untuk menunggu di ruang peleton ke 101.”
“Mau bagaimana lagi kan? Ketua dan Nakajima-kun sedang bertengkar di ruangan peleton, sangat mengesalkan.”
Homura langsung tahu nama Nakajima dari data peleton ke 101 yang telah ia baca sebelumnya.
Itu adalah nama dari satu-satunya laki-laki di peleton itu, laki-laki yang hari ini meninggalkan Chikori sendirian dan melarikan diri.
“Yah, sebagai ketua tentu ia akan berkomplain mengenai hal semacam itu.”
Karena ulah satu orang itu, Sumika hampir mati, jadi wajar untuk berkomplain.
“Itu juga masalahnya, selain itu juga karena Nakajima-kun tiba-tiba bilang kalau ia akan keluar dari peleton...dia juga bilang kalau dia sudah dapat izin dari ayah, aku ingin tahu kalau itu benar?”
“Itu benar. Dia sudah diincar oleh peleton lain dan pindah ke peleton ke 67. Kemudian ada rencana untuk memasukan Homura ke dalam peleton ke 101 sebagai gantinya, but...walaupun mereka masih pelajar, namun bicara tentang sesama penyihir saling bertengkar itu bukan hal yang baik. Homura. Maaf tapi kau melihat situasinya. Bagaimanapun juga kau harus memperlihatkan wajahmu secara resmi ke semuanya. Kau harus mengambil kesempatan ini selagi ada.”
“....Huft, baiklah.”
Homura membalas dan berdiri.
Ia tak begitu berminat untuk ikut campur dalam perkelahian orang lain, tapi sudah diputuskan kalau dia akan mengawasi peleton itu. Ini seperti sedang mencari masalah, tapi, Homura bukan orang bengal yang akan mencampuri hal-hal sepele hanya sebagai alasan untuk tidak melakukan apa yang seharusnya dia lakukan.
“Shiori. Antar aku ke ruang tunggu peleton ke 101. Kau tahu jalannya kan?”
“Baiklah.”
Saat Homura memintanya, Shiori pun berdiri tanpa memperlihatkan sikap malas.
Dan kemudian ia keluar ruangan kepala sekolah bersama dengan Homura.
“Sebelah sini.”
Sambil mengatakannya, Shiori menyambar lengan Homura seolah sedang merangkulnya.
“Kau itu hantu yang bersemayam dalam lenganku atau apa sih?”
“Aku suka tanganmu kau tahu. Lagi pula, ini adalah bau pertama yang kutahu ini membuatku aman.”
“....Oh, ya?”
“Apa? Kau tak menyukainya?”
“Tidak. Ini terlihat kita seolah-olah sepasang kekasih seorang lelaki tampan dan gadis cantik yang sedang kencan, bukankah itu bagus?”
Sementara memulai percakapan yang bodoh Homura menyetarakan langkah kakinya dengan Shiori dan berjalan sebentar.
Homura bertanya padanya tentang sesuatu yang mengganggu pikirannya.
“Omong-omong, sebelum aku datang kemari aku melihat data anggota ke 101, tapi katanya kau Kelas D? Laporanmu penuh dengan nilai jelek, kau betul-betul menganggap sepele semua ini. Apa ada alasan tertentu kau tak ingin serius?”
Kekuatan seorang penyihir dibagi menjadi enam level dari S ke E, tapi di seluruh kelas, kelas D merupakan kelas yang cukup memprihatinkan
Tapi Homura tahu kekuatan Shiori yang sebenarnya.
Gadis itu mempunyai kekuatan yang tak bisa dimasukan ke dalam kelas D. Karena itu ia merasa tak yakin.
Shiori merespon dengan jawaban singkat.
“Aku tak tertarik untuk ikut dalam permainan prajurit anak-anak.”
“Di usia sekarang pun kau masih menganggap bahwa disiapkan dalam sebuah marathon dan berusaha memenangkannya itu tidak keren?”
“Tak masalah kan? Walaupun hasilku jelek, aku tak membuat orang lain dalam masalah. Disamping itu aku melaksanakan tugas minimumku sebagai operator sehingga tak seorang pun yang tidak dipuaskan. Jadi tak ada alasan untuk semua orang mengeluh padaku.”
“Kau gak manis sama sekali.”
“Senang bisa mendengar itu darimu.”
—Seperti itu kau bicara dengan orang yang lengannya kau peluk?
(Dulu dia adalah gadis yang lebih mudah untuk dimengerti.)
‘Dia sangat pemberontak sekarang’, pikir Homura sambil menghela napas.
Melawan ucapan Homura,
“Sekarang kau menyebut itu, aku juga punya satu pertanyaan untukmu.”
Kali ini pertanyaan datang dari Shiori.
“Hei, Homura. Kenapa kau datang ke Jepang setelah selama ini?”
“Entahlah. Tanya ayahmu. Dan setelah itu ajari aku kenapa.”
“...Jadi kau betul-betul kembali kemari tanpa tahu apapun. Bukankah ayah sudah lama sekali menjadi atasanmu? Walaupun <Ordo Ksatria Tanpa Batas> sudah tak ada lagi sudah lama sekali, kenapa kau masih menerima perintahnya? Memangnya kau gay?”
Tentu saja tidak.
“Itu karena dia adalah pria yang bisa dipercaya dalam makna buruk. Bukannya seolah-olah aku bahkan bisa mengabaikannya... Lebih-lebih kenapa kau begitu peduli? Ini tak ada hubungannya dengan Shiori ‘kan?”
“Ya, itu benar. Hanya saja, membuatku peduli.”
Kemudian, *buk*, dengan ringan Shiori mendorong lengan Homura dan memisahkan tubuhnya.
Dan kemudian, dengan matanya yang menyorotkan dengan jelas api kebencian – ia berkata.
“Seorang tak berguna yang telah membuang semua janji-janjinya dan kabur, sejujurnya apa yang ia lakukan kembali kemari setelah selama ini.”
“...Kau sangat melukaiku dari cara kau mengatakannya.”
Homura mengangkat bahu merespon tatapan Shiori.
(Yah, wajar kalau dia marah.)
Lima tahun lalu, ia keluar dari Jepang tanpa mengatakan apapun pada Shiori.
Itu adalah kesimpulan Homura yang ia dapat dari pemikirannya tentang Shiori, tapi kemarahan Shiori seperti ini juga hal yang wajar.
Karena Homura juga berpikir seperti itu, ia bahkan tak bisa mengelak atau lolos dari mata gadis yang mengungkit permasalahan ini.
Setelahnya, seolah Shiori tak lagi tertarik dengan respon Homura, ia menatap kembali ke depan dan lanjut menunjukan jalan.
Lengan mereka sudah berpisah, dan sekarang Shiori berjalan dengan langkah cepat.
Setelah beberapa saat,
{Rengekanmu itu menyebalkan! Tak peduli aku mau pindah ke peleton manapun itu urusanku!}
{Apa-apaan sikapmu itu!}
Dari lorong, suara marah laki-laki dan perempuan terdengar.
Tak salah lagi.
Itu adalah ruang peleton ke 101 itu.
“Hei. Itu menyebalkan bukan?”
“Yah, tentu saja, ini membuatku juga ingin pergi...”
“Aku tak mau masuk kesana lagi, jadi aku akan pergi duluan ke asrama.”
“Baiklah. Terimakasih sudah mengantar.”
Shiori melambaikan tangannya ringan setelah pergi, dan Homura melangkah menuju pintu ruangan sendirian.
Setelah sampai di depan pintu ruangan yang tertempel pelat dengan angka 101.