Posted by : Unknown 08 Maret 2015

Maaf lama updatenya, minggu ini aku sibuk, ulangan dari senin-kamis, terus kerja kelompok buat kesenian di seling hari itu, pulang malem, ga ada waktu buat translate T.T
tapi akhirnya dapet juga hari libur.. alhamdulillah...
Chapter selanjutnya juga mungkin lama, soalnya bentar lagi UTS, jadi aku harus belajar hehehe..
tapi tenang kok, UTS selese, progress translate bakal seperti biasa lagi.
makasih pengertiannya, dan sekarang..
Selamat Membaca!
' TL'
Oh iya, ini belum diedit jadi, mungkin masih banyak yang salah hehehe...



Chapter 8: Lelaki Biasa Yang Tidak Akan Bekerja Tanpa Bayaran


Sesampainya di Ames, Hiiro langsung mencari penginapan. Beruntungnya, hanya sedikit adventurer yang singgah di kota ini, jadi ada banyak kamar kosong dipenginapan itu, hanya 1 kamar untuk 2 orang yang terisi.
“Tolong 1 kamar untuk satu orang.”
“Eh, ah, ya. Permisi.. apakah anda.. adventurer?”
“..Ya”
“Oh…”
“…?”
Hiiro merasa kalau kehadiran dia disini tidak diinginkan. ini pertama kalinya ia mengunjungi desa ini.
Tapi, pemilik penginapan memperlakukan ia dengan memberi nada-nada bahwa ia gelisah. Mungkin desa ini ga menerima orang luar. Ya.. Hiiro berencana Cuma tinggal satu malam, jadi itu tidak mengganggunya.
“Hey, tuan.”
Saat itu, seseorang memanggilnya. Saat Hiiro membalikan badannya, disana berdiri seorang anak kecil. Anak kecil itu adalah laki-laki(TLnote: kalo dikomiknya cewe loh, aslinya!) yang berusia sekitar 7 tahun. Ia menatap Hiiro dengan tatapan kalau Hiiro itu orang yang mencurigakan. Hiiro mengabaikannya, karena ia tidak suka perilaku bocah itu.
“Hey, jangan diemin aku!”
Bocah itu marah. Kenapa juga ia harus berurusan dengan bocah? Hiiro menurunkan bahunya.
“Ada apa, bocah?”
“Jangan panggil aku bocah! Apalagi kalo kamu pake jubah merah aneh kaya gitu! itu ngeintimidasi orang tau!”
“…Emangnya kamu banteng atau apa sih?”
Hiiro mengenakan jubah merah bukan untuk ngeintimidasi orang lain. Itu Cuma sebatas armor doang.
Dengan baju sekolah dibalik jubahnya, memang style yang aneh, tapi Hiiro ga peduliin itu.
“Tuan, Kamu adventurer kan? Kenapa kamu datang ke tempat terpencil kaya gini?”
“Tempat terpencil?”
“Jangan panggil tempat terpencil!”
“Orang kamu yang manggil gitu duluan.”
Kenapa bocah ini sangat agresif..? Hiiro tidak tahan dengan perilaku bocah itu, jadi dia mengabaikannya dan berjalan pergi.
“H-Hey, Tunggu!”
Abaikan, abaikan.
“Aku bilang tunggu!”
Diemin, diemin..
“Hey! Dengerin aku!”
Itu Cuma angin.
“hey, tolong…. jangan diemin aku.”’
Suaranya mulai gemetar. Mungkin bocah itu mulai sedih karena didiemin. Hiiro lalu menghembuskan nafasnya dan berhenti.
“Kamu mau apa?”
Dia berhenti mengabaikannya karena bakalan repot buat ia tinggal disini kalo ia membuat bocah itu nangis.
Pada saat itu, bocah itu tersenyum senang, tapi ia kembali menatapinya seperti pertama kali.
“Haa…. Kamu itu beneran ya!! Semua adventurer itu kaya gitu!!”
“aku itu aku. Jangan samain aku sama orang lain, itu ngeganggu tau ga?”
Saat ia memandang bocah itu dengan kondisi moodnya yang buruk, bocah itu gemetar.
“… hah… Jadi ada pa? aku sibuk berkeliling desa ini, asal kamu tahu.”
“Eh? Kenapa kamu berkeliling desa?”
“Emang kenapa? Itu ga ada urusannnya sama kamu, bocah.”
“Uh.. Uhh…”
Bocah itu mulai menangis kembali,.
“Oh? kamu ga bakal ngeteror(TLnote: kalo inggrisnya sham=palsu, penipu, Cuma kayanya ga cocok sama keadaannya, jadi aku ubah) desa?”
“teror? Apa sekali lagi?”
Menurut penjelasan bocah itu, ada adventurer yang datang ke desa ini beberapa waktu lalu, mereka pergi ke toko serba ada dan toko senjata lalu mereka mengambil paksa barang-barang yang ada disana, mereka melakukan apa saja seenaknya.
“adventurer itu dua orang dan mereka memaksa pemilik penginapan untuk tinggal disana secara gratis.”
Sambil menggertakan giginya, ia mengepalkan tangannya erat-erat.
“Kenapa kamu diem aja? Kamu harusnya bisa ngusir mereka dengan bantuan semua penduduk disini.”
“Kita ga bisa ngelakuin itu.”
Bukan bocah itu yang membalasnya, yang membalasnya adalah..
“Ah, Paman Panis!”
Lelaki bernama Panis yang terlihat berusia diakhir 30., tapi kenyataannya ia pasti lebih muda. Tapi ekspresi mukanya mmbuat ia terlihat tua.
“Kamu siapa?”
“Kamu terlihat seperti adventurer. Nama saya Panis. Pemilik toko senjata di desa.”
“Apa benar apa bocah itu omongin?”
“Ya, sekarang mereka sedang berada di toko serba ada.”
“… Kamu bilang kamu ga bisa ngusir mereka. Apa maksudnya?”
Panis terlihat kerepotan lalu ia menghembuskan nafasya.
“untuk beberapa alasan, mereka punya lambang dari desa ini”“
“Huh? Kenapa mereka punya itu? Bukannya biasanya Cuma kepala desa doang yang nyimpen itu?”
“Ya, tetapi lambang itu tiba-tiba hilang.”
Oh.. dengan kata lain mereka berdua yang nyuri itu.
“Dasar ceroboh..”
“hahaha, benar sekali.”
Orang baru muncul kembali.
“Kamu adventurer yang baru saja datang kan? Aku adalah kepala desa Ames, Brey.”
“Apa yang kamu lakuin disini kepala desa?” Tanya Panis.
“dengan alasan yang sama sama kamu. Aku diberitahu ada orang luar, jadi aku datang ngecek.”
Kedatangan Hiiro langsung diberitahukan pada kepala desa. Lalu kepala desa itu datang untuk melihat adventurer itu dengan mata kepalanya sendiri. Dia bersyukur kalau Hiiro itu Cuma adventurer biasa.
CRAAACK!
Tiba-tiba terdengar suara kayu patah. Semua yang ada disana melihat ke arah asalanya suara. Pintu sebuah rumah tiba-tiba terbuka dan seseorang terlempar keluar.
“MICK!”
Kepala desa berteriak. Lelaki bernama Mick itu dilempar ke tanah. Lalu dua orang lelaki muncul dari dalam rumah.
Salah satunya adalah lelaki gendut dengan kepala botak, sedangkan yang lain adalah lelaki kurus dengan gaya rambut rancung. Lelaki dengan rambut rancung itu lalu melihat ke arah Mick.
“Keh! Coba katakana sekali lagi!”
Lelaki kurus, yang Hiiro juluki si tiang berambut rancung, melihat ke arah Mick dengan tatapan marah. Disebelahnya, lelaki lain yang memakan buah yang berasal dari toko, Hiiro menamai dia si gendut botak.
Mick terlihat mati-matian memohon kepada mereka.  Sepertinya mereka memaksa Mick untuk memberi mereka semua barang ditoko secara gratis dan Mick menolaknya. Tetapi si tiang berambut rancung menendang muka Mick.
Terlihat banyak percikan darah tubuh Mick. Meliaht itu, kepala desa lalu berlari kearahnya. Si tiang berambut rancung menatap tajam kepala desa.
“Huuh? Lihat apa yang kita punya, si kepala desa. Punya sesuatu yang mau katakan? Hah?”
Hiiro mengamati dengan tenang, ia menilai si tiang berambut rancung adalah gangster rendahan, bukan, Cuma pengacau.
“M-Makanan.”
Si gendut botak mencoba kembali kearah toko sambil ngiler, mungkin untuk mencari lebih banyak makanan.
“hey, Junior, sudah dulu, kita pergi dari sini.”
“Ta-tapi aku lapar.”
“Tch, ya udah cepat!”
“Oke.”
“Hentikan itu!”
Tidak tahan hanya melihat, kepala desa berteriak, tapi kemudian diam saat si tiang berambut rancung menatapnya. Penduduk desa lain hanya diam, takut karena si tiang berambut rancung.
‘Sepertinya mereka terpaksa mengaku mereka karena 2 orang itu lebih kuat dari mereka, bukan Cuma karena lambang’
Penduduk desa hanya diisi oleh orang biasa, jadi mereka tidak melawan, karena mereka akan mati kalau mereka menantang 2 orang itu.
‘Mereka bisa saja meminta bantuan tentara, tapi 2 orang itu pasti bakal lari dengan lambing desa bersama mereka. Dan ada kemungkinan mereka berdua balas dendam. Solusi terbaik adalah seseorang mengalahkan mereka berdua.’
Saat Hiiro memikirkan itu, si bocah disebelahnya melihat ke arahnya.
Jelas, kalo bocah itu berharap Hiiro untuk berbuat sesuatu.
“Aku ga ngerti apa yang kamu mau, tapi ini ga ada hubungannya sama aku.”
“Wha! Kamu ngomong gitu dan kamu masih manggil diri kamu sendiri adventurer?”
“Apa? Apa aku kelihatan kaya iblis?”
“Iya! Kenapa kamu ga bantuin kita? Sebagai adventurer kamu harusnya menghentikan mereka!”
“… Dengerin bocah, aku mungkin adventurer, tapi aku bukan seseorang yang melakukan sesuatu atas dasar keadilan. Minta Hero yang kamu mau keadilan secara gratis.”
Hiiro mengatakan itu sambil menyilangkan tangannya. Bocah itu memberi ia tatapan penuh marah.
“Lupakan! Akhir-akhirnya, semua adventurer kaya gini!”
Mengatakan itu, bocah itu lalu pergi ke arah 2 orang itu.
“Ah, tunggu Nies! Jangan pergi kesana!”
Panis mencoba menghentikannya, tapi bocah bernama Nies lari sekuar tenaga. Lalu Panis melihat ke arah Hiiro sambil menggertakan gigirnya. Tapi, bberapa saat kemudian dia menghembuskan nafasnya.
“Tidak, aku mengerti. Ini ga ada hugungannya sama kamu. Hero yang bekerja untuk orang tanpa biaya seperti dalam cerita tidak pernah ada.”
“Mh, aku ga tahu kalo ada orang yang mau ngelakuin itu, tapi aku itu bukan orang yang mau melakukan sesuatu secara gratis.”
Hiiro mengatakan itu, dia pikir perbuatan yang tidak menghasilkan uang adalah bukan gayanya.
“..gratis.”
“Huh? Apa?”
Panis tiba-tibamengeluarkan suara, jadi Hiiro menanyakannya kembali.
“jadi itu Cuma.. Cuma harus dibayar kan?”
“…”
Hiiro tiba-tiba mendapat perasaan buruk.
“Kalo gitu, aku bakal ngasih kamu senjata terbaik kalo kamu ngebantu kita.”
“…”
“Kamu mau ngebantu kita?”
“…”
Panis melihat kearahnya dengan sungguh-sungguh. Itu beneran ngeganggu, tapi Hiiro mengabaikan itu. Tapi, senjata terbaik Panis akan berikan. Cuma ngalahin sampah, dan ia bakalan dapat senjata terbaik, itu cukup murah menurutnya.
Sambil berpikiran demikian, ia bertatapan dengan Panis. Ia melihat ke matanya, mereka saling menatap untuk beberapa saat. Kemudian, Hiiro menghembuskan nafas dan mengatakan.
“Oke. Aku bakal ngebantu. Tapi inget janji kamu.”
“Aku, aku tahu, tapi.. apa kamu kuat?”
Dia melihat Hiiro dari kepala sampai kaku.
“Ga tahu, tapi cukup buat ngalahin sampah kaya mereka.”
Hiiro mengatakan itu sambil melihat ke arah si gendut dan si tiang berambut rancung.


Nies mengambil kerikil dari tanah dan melemparnya ke arah si tiang berambut rancung. Itu kena tepat ke muka si tian bermbut rancung, tapi kemudian, semua muka semua penduduk desa terlihat pucat.
Si tiang berambut rancung melihat ke arah Nies sambil mengeluarkan aura membunuh. Nies hanya diam ditempat.
“Hentikan!”
Kepala desa lalu berhenti di depan Nies untuk melindunginya, tapi kemudian diterbangkan dengan pukulan dari si tiang berambut rancung. Lalu si tiang berambut rancung mengeluarkan pedang yang berada di pinggangnya dan mengarahkannya pada Nies. Tak bisa bergerak karena ketakutan, Nies tidak bergerak sedikitpun.
“Bocah, ada kata terakhir?”
“Ja-Jangan.”
Nies menggelengkan kepalanya sambil menahan air mata, tapi itu tidak menghentikan si tiang berambut rancung. Ia tersenyum dan mengangkat pedangnya keatas, lalu mengayunkan ke bawah ke arah nies.
WHOOSSH!!
Semua orang hanya menelan ludah sambil menutup mata. Mereka semua mengira hidup Nies berakhir, tetapi!
“OWWW!!”
Satu-satunya yang berteriak kesakitan dan berdarah adalah si tiang berambut rancung. Sesuatu menembus tangannya.
Semuanya hanya diam melihat kejadian ini. pedang, ya, itu sebuah pedang. Tangannya tidak salah lagi sudah ditembus oleh pedang.
Tapi panjang pedang itu benar-benar panjang. Ia melihat ke arah pedang itu berasal, itu adalah seseorang, itu adalah Okamura Hiiro.

{ 5 komentar... read them below or Comment }

  1. Semangat gan,semoga nilai UTS baik jd translatenya tambah lancar

    BalasHapus
  2. Semangat,selalu hadir,dan siap menanti.Lanjut

    BalasHapus
  3. semangat terus buat semuah admin dan translator yg terlibat...saya doakan semoga UTS nya lancar dan mendapatkan nilai yang memuaskan...amin. ditunggu kelanjuttanya ^^

    BalasHapus
  4. lho saya baru sadar, anak itu bocah laki laki versi light novel :v padahal ngikutin versi ln english sama manganya. trims, semoga terjemahannya sukses. jalan masih panjang, total chapternya 657 dan masih berlangsung

    BalasHapus

- Copyright © Atherrea Translation - Blogger Templates - Powered by Blogger